Selasa, 22 Juni 2010

Dapat Perlakuan Istimewa Di Afrika Karena Berwajah Indonesia...



MENYAKSIKAN latihan resmi tim peserta putaran final Piala Dunia 2010 tentu bukan hal mudah, apalagi bagi wartawan yang tidak memiliki akreditasi resmi dari FIFA untuk peliputan perhelatan ke-20 Piala Dunia ini.

Sangat mustahil bisa mendekat atau bahkan masuk ke area stadion yang dijadikan tempat latihan. Hanya rasa percaya diri dan keinginan besar saja yang membuat akal terus berputar untuk mencari cara bisa sampai sedekat mungkin dengan tim.
Seperti yang terjadi kemarin. Pagi hari saya mendengar kabar timnas Portugal akan mengadakan latihan resmi di kawasan Magaliesburg, kota bergenre Portugis, yang berjarak 2,5 jam perjalanan darat dari kota Pretoria. Meski tahu tidak mudah untuk masuk atau bahkan sekadar mendekat ke area latihan di kompleks Brekker Skole, saya tetap nekat.
Berangkat terlambat, latihan seharusnya mulai pukul 11.00 waktu setempat atau pukul 16.00 WIB, saya start pukul 10.00. Takut terlambat, saya menyuruh sopir untuk sedikit mempercepat laju Nissan Navarra yang kami naiki. Sepanjang perjalanan, kami hanya melewati padang rumput gersang yang berwarna cokelat. Beberapa tempat sudah berubah hitam hangus, pertanda tempat tersebut sengaja dibakar atau baru saja didiami para homeless atau gelandangan.
Estimasi awal 2,5 jam, kami bisa merapat ke kota Magaliesburg hanya dalam 1 jam 45 menit. Sampai di pintu gerbang kota, bendera Portugal sudah berkibar di sepanjang jalan menuju Brekker Skole.
Di sinilah awal keberuntungan saya. Saat baru saja memasuki kota, kami berada di perempatan jalan. Tiba-tiba saja dari arah samping terdengar suara sirene polisi lalu lintas yang meraung-raung membelah kota kecil tersebut. Dam! Saya terkejut karena raungan sirene itu adalah penanda iring-iringan rombongan timnas Portugal Tanpa berpikir panjang, saya menyuruh sopir untuk langsung saja mengikuti perjalanan rombongan itu dengan menempatkan mobil tepat di belakang mobil patroli yang paling akhir.
Kami pun mengikuti rombongan itu dengan penuh kekhawatiran, takut diberhentikan. Nyatanya, kami bisa terus mengikuti sampai titik akhir di Bekker Scole, dengan melewati empat titik pemeriksaan.
Sampai di Bekker Skole, kendala datang. Saat akan masuk ke lapangan, saya ditahan karena memang tidak memiliki akreditasi resmi dari FIFA. Alhasil, saya langsung berpikir bagaimana cara untuk masuk, mengingat sudah kepalang tanggung.
Keberuntungan lagi-lagi datang. Saat bingung, ada seorang wanita dengan kostum khas musim dingin, long jacket dan sepatu winter, mendekat. Tanpa canggung ia langsung menyapa, "Anda dari Asia? Bisa saya bantu?" Tanpa menunggu lama, saya langsung menjelaskan situasi kepada wanita yang bernama Magdalena itu, tentang apa yang akan saya lakukan.
Seperti paham dengan apa yang saya inginkan, ia langsung berujar. "Oke, karena Anda jauh-jauh datang dari Indonesia dan kami punya kaitan sejarah dengan negara Anda, saya akan memberikan pass khusus," janji wanita yang akrab disapa Alena itu, yang ternyata berposisi sebagai media officer timnas Portugal.
Selang tak berapa lama setelah ia membawa kartu pers saya, Alena kembali ke saya dengan membawa ID khusus latihan timnas Portugal.
Dalam hati saya, ternyata diplomasi wajah Asia masih berlaku. Bukan sekali ini saja diplomasi wajah Asia bisa menyelesaikan masalah. Saat pertama kali ingin menyaksikan 3D nonbar pertandingan Afsel vs Meksiko yang diselenggarakan Sony Corp, saya sempat tak boleh masuk. Namun begitu Koordinator Acara keluar, ia langsung mempersilakan saya masuk setelah berbincang tentang Asia.

0 komentar:

Posting Komentar